Selasa, 24 November 2015

Setahun Menjadi Abi dan Ummi

Bismillah..

Hari ini, 24 November 2015, tepat satu tahun usia putri pertama kami, Ghaziya Attaqiyya.
Sudah sepakat sama abi kalo ga kan ngerayain ulang tahun Ghiya. Soalnya uda keluar banyak uang e ga berpahala, mending buat yang lain.

Yang ada di benak justru reminder akan banyak hal..

Berarti..
Sudah setahun saya menjadi ibunya..
Sudah setahun saya bersama abinya mendidiknya..
Merawatnya..

Setahun yang lalu..
Rasa pedih di bawah perut yang luar biasa itu..
Mengejan penuh tenaga..
Dibersamai abinya berjuang mengantarkanmu menuju dunia fana ini.
Ah, bahkan aku sudah lupa rasa sakit itu..

Pikiran itu membawa saya flashback..
Astaghfirullah..
Saya harus banyak lagi bersabar..
Lebih banyak lagi berilmu parenting..
Lebih smangat lagi mencintai Al Qur Aan..
Lebih smangat lagi menjadi teladan untuknya..

Walhamdulillah..
Hari ini juga menandakan aku lulus S2 Asi Eksklusif..
Abi juga lulus S2 Ayah ASI..
Sebuah kenikmatan dan buncahan rasa syukur..
Tanpa izinNya, belum tentu bisa menyusi sampai hari ini..

Tidak bisa sekuat ini tanpa dukungan seorang suami..
Berjibaku bangun malam dibulan bulan pertamanya..
Mendukung saat punggung tercekat pegal dan harus tetap menyusui..
Ah, tanpanya aku bukanlah apa apa..
Abi, trima kasih yah sudah sabar bersama untuk mendidik dan merawat putrei pertrama kita yang wajahnya sangat mirip denganmu itu lo..hihihi..

Bukan lagi..
Bukan lagi pusing menyiapkan slametan ato syukuran..
Bahkan kue tart pun tidak ada hari ini..
Tapi jadi ajang perenungan dan instropeksi atas amalan saya menjadi seorang ibu untuk Ghiya..

Ghiya..
Jadi muslimah solihah ya, Nak..
Muslimah yang senantiasa berjuang untruk memjasi hambaNya yang bertaqwa, seperti namamu..
Jadi muslimah yang baik, sehat selalu, cerdas, dan menyenangkan..
Mu'minah yang selalu memperjuangkan agama Allah..
Ibu yang kelak melahirkan anak-anak yang juga akan melanjutkan perjuangan dakwah ini..
Dan..
Menjadi muslimah yang mencintai, membaca sewlalu, menghafal, dan mengaplikasikan Qur Aan dalam kehidupanmu..
Aamiin..
Ummi dan Abi selalu mencintaimu..
Slalu mendoakanmu..
Slalu mendukungmu..
BerbahaGHIYAlah, Nak..

Sudah malam nih..

Semoga semakin baik lagi..
Bisa menjadi ibu dan ayah solihah..
Supaya bisa mengantarkan Ghiya sampai syurgaNya..

Aamiin..

Rabu, 11 November 2015

Dibutuhkan Azzam yang kuat!

Bismillah..

22 bulan sudah kami berumah tangga..
Jauh, masi jauh sangat dari kata sempurna..
Kami masih harus belajar sabar, belajar menerima kekurangan, belajar mendidik anak, belajar istiqomah,..
Ada belajar lagi yang sedang kami perjuangkan, belajar untuk terus menjadi keluarga yang dicintai Allah..
Belajar jadi keluarga yang pantas menginjakkan kaki di syurga..

Berat, tapi bersama sama kami hadapi semua..
Ah, ga jago bikin kata kata puitis bin romantis ni, hahaha..

Intinya mah, masi belajar bangeeeetttt..

Azzam..
Butuh azzam alias tekad kuat yang berkobarrrr di dalam dada..
Untuk berubah jadi lebih baik..
Lebih mencintaiNya..
Lbih berkualitas ibadahnya..
Memenej waktu lebih baik..
Membuat rumah lebih rapi..
Memenej uang lebih baik..
Bersabarrrr biar menang..
Dan gigih melawan syaithan..

Iyah, azzamkan!

Camkan dalam hati!

Dan buktikan pada Allah bahwa kita bisa berubah!

Bahwa kita bisa menjadi semakin solihah di hadapan Allah..

Semakin bertaqwa!

RidhaMu..
SyurgaMu..

Mampukan kami, Yaa Rabb..

KARAKTER IBU JEPANG

KARAKTER IBU JEPANG

Mandiri dan Disiplin. Saya akan cerita bagaimana mandiri dan disiplin-nya para ibu Jepang. Mayoritas ibu Jepang mengerjakan semua pekerjaannya tanpa bantuan pembantu rumah tangga, meskipun dia adalah wanita karir. Mereka menggunakan jasa tenaga kerja ketika mengalami kejadian khusus, misalnya sakit setelah melahirkan. Itu pun hanya beberapa jam, karena tenaga kerja di sini digaji per jam. Jadi ga ada beda profesi di rumah tangga maupun profesi pramuniaga, kurang lebihnya seperti itu. Tentu saja biaya/gajinya sangat amat mahal. Soalnya gaji pekerjaan mereka dihitung tiap jam.
Terkait dengan mandiri, ibu-ibu Jepang terbiasa mengerjakan segala pekerjaannya sendiri. Pun, meski punya anak-anak kecil yang jaraknya sangat dekat. Kerap kali saya melihat mereka mendorong stroller, di dalamnya ada balita, sembari menggendong bayi dan menggandeng balita yang lain, menggantungkan belanjaan di kereta dorong tersebut, mengangkat stroller ke dalam bus, memboncengkan dua anak dengan sepeda (depan-belakang), dll. Waktu mereka sangat efektif.
Nah...!
You can usually see this moms riding with kids infront or at the back. They also use this for an errand with kids as their backride. I know it’s dangerous but this is the only way they can multitask. Japanese are good in doing stuff that is multifunction.
Kebanyakan orang Jepang masak sehari 3x agar semuanya segar. Sejak pagi menyiapkan bento (bekal makan siang), menyiapkan anak-anak, menata/membersihkan rumah, kalo dia wanita karir dia juga menyiapkan dirinya sendiri. Namun kebanyakan mereka memutuskan berhenti bekerja ketika sudah memiliki anak. Ya, waktu mereka sangat efektif! Menyiapkan semuanya di pagi hari, memasak, mengantar anak sekolah, belanja, ngajak main anak ke taman kota, ke dokter, masak lagi, ngurus macem-macem, pokoknya semua terselesaikan dengan baik.
Selain itu para suami (orang Jepang) sibuknya luar biasa,jadi kebanyakan urusan rumah dipegang oleh sang istri. Meskipun juga ada bapak-bapak yang ngasuh anak, itu hanya kelihatan di hari libur atau akhir pekan. Hebatnya mereka (ibu-ibu), mereka tidak mengeluh dengan semua pekerjaan yang tidak ada habisnya. Saat ada kesempatan ngobrol dengan mereka, tidak nampak ada wajah kelelahan dengan semua itu. Saya mencoba belajar dari mereka. Betapa berharganya waktu bagi mereka. Hebatnya, kok bisa sih rumah terjaga kerapiannya padahal ada anak-anak kecil di dalamnya. Semua pekerjaan selesai, rumah rapi, sempat merawat diri, sempat jalan-jalan ke taman, sempat antar jemput anak, sempat ngumpul dengan kawan-kawannya.
Dari obrolan-obrolan tersebut saya menangkap bahwa adanya komitmen terhadap diri sendiri adalah kunci utama. Semua terjadwal dan dikerjakan sesuai jadwal tersebut. Jangan heran jika mereka hanya menerima tamu ketika sudah ada janji sebelumnya. :D
Oya, kata teman-teman Korea saya malah lebih ekstrim lagi, dalam 30 menit mereka bisa menyelesaikan semua pekerjaan rumah. 30 menit doang!! Saya tanya apa ga kecapean, mereka bilang di Korea sudah terbiasa dengan hal ini. Sejam bersih-bersih, masak, cuci baju, bagi mereka itu terlalu lama. Ehhh… Saya coba dalam 30 menit beresin semua, beres sih… tapi setelahnya ngos-ngosan:D
Yap, intinya kita harus punya komitmen untuk mandiri/disiplin di manapun kita berada. Kita coba belajar dari mereka, dimulai dari hal yang kecil, mendisiplinkan yang ada di dalam rumah. Sampe akhirnya terbentuk tatanan negara yang maju dan berdisiplin. ;)
Penuh Dedikasi. Berkesempatan ngobrol dengan seorang teman Jepang, saya mendapatkan cerita ini. Wanita Jepangkebanyakan memutuskan menikah pada usia di atas 30-35 tahun. Alasannya, selepas kuliah adalah saatnya berkarir, mendapatkan gaji, bersenang-senang, atau pun jalan-jalan keliling dunia. Karena mereka menyadari bahwa ketika menikah maka kebebasan tersebut tidak akan mereka dapatkan. Tak jarang juga memilih untuk tidak menikah. Mereka tahu betul bahwa ketika sudah menikah maka ada banyak konsekuensi atas pilihan tersebut.
Ia menuturkan, pilihan menikah adalah ketika seorang wanita menyadari bahwa ia ingin hamil dan memiliki anak.  Didasari pemikiran bahwa wanita memiliki umur biologis di mana ada batasan tidak bisa melahirkan lagi. Saat itulah ia mulai menghitung usianya, merencanakan kapan menikah, kapan punya anak, dan jumlah anak yang diinginkan.
Example of Japanese home-cooked daily meals: Teriyaki Saba mackeral, miso soup, maki sushi, daikon with bonito flakes, cuke & wakame salad, potato salad, okra salad and carrot & daikon pickles.
Ketika ia memutuskan menjadi ibu rumah tangga total, maka akan keluar dari pekerjaannya dan fokus mengurus anak, mengatur semua urusan domestik di rumahnya. Semuanya diurus sendiri, kecuali bila ada orangtua yang mau membantu. Namun kebanyakan para orangtua (kakek-nenek) tidak mau jika harus mengurus cucunya sementara si ibu bekerja di luar rumah, karena para kakek-nenek di sini usia 70 tahun pun masih sangat aktif dan mereka merasa masih muda. Kakek-nenek masih punya segudang aktivitasnya sendiri.
Nah ketika seorang wanita memutuskan untuk menjadiworking mom, maka ia harus mengalokasikan sebagian besar gajinya untuk membayar hoikuen *penitipan anak* swasta yang harganya mahal. Hoikuen negeri mendapat subsidi dari pemerintah, namun jumlahnya terbatas dan kuota tidak memenuhi permintaan yang ada.
Kembali ke dedikasi ibu Jepang dalam mengurus keluarganya, benar-benar dedikasi yang besar. Seluruh urusan domestik diserahkan kepada si ibu. Tugas bapak Jepang full mencari nafkah di luar rumah. Urusan rapat sekolah, pendidikan, prestasi anak, dapur, belanja, bayar tagihan, dan printil-printilnya ada di tangan si ibu. Benar-benar pekerjaan berat namun dikerjakan penuh dedikasi.
Negara Jepang menjadi salah satu negara maju dan penduduknya memiliki mental mandiri, tentu saja tak lepas dari peran para ibu dalam mendidik anaknya. Di sisi lain, karena beban kerja menjadi ibu rumah tangga di sini cukup berat, maka angka post partum blues pun tinggi. Untuk mengurangi beban tersebut, pemerintah Jepang membantu dengan menyediakan fasilitas helper yang datang ke rumah untuk membantu para ibu pasca melahirkan. Tawaran jasahelper tersebut bisa diambil atau tidak.
Pengalaman saya sebelum melahirkan kemarin, saat melaporkan kehamilan ke kuyakusho, petugas kuyakushomengatakan hal ini: “Kami menyediakan jasa helper untuk datang ke rumah membantu pekerjaan rumah, memasak, dan memandikan bayi sampai 10x datang, sebelum bayi berusia 6 bulan. Anda bisa mengambil jasa tersebut dengan mengajukan aplikasi ke sini. Ini adalah pengalaman kehamilan pertama Anda, di luar negeri, dan tidak ada keluarga yang datang membantu mengurus bayi. Pasti Anda akan kelelahan sekali. Sebaiknya Anda mengambil tawaran ini.”
Saya pun menjawab akan memikirkan tawaran tersebut dan melihat keadaan saya setelah melahirkan nanti, apakah saya akan mengambil atau tidak. Apalagi jika melahirkan secaracaesar yang membutuhkan pemulihan lebih lama, semakin didukung oleh petugas kuyakusho untuk mengambil jasahelper. Setelah melahirkan, Alhamdulillah kondisi saya sehat, bisa langsung memandikan bayi sepulang dari rumah sakit, dan beraktivitas lainnya. Jadi saya tidak mengambil tawaranhelper tersebut.
Melanjutkan cerita sebelumnya, saking besar tanggung jawabnya seorang ibu dalam mengurus anak bahkanekstrimnya ada yang bunuh diri karena prestasi anaknya turun. :( Selain berdedikasi, tingkat stress ibu juga tinggi karena beban kerja yang tinggi tersebut. Kalau di Indonesia, budaya kekeluargaan masih sangat kental. Ada bantuan dari keluarga, tetangga, dll saat membesarkan anak. Hal tersebut juga menjadi salah satu pertimbangan orang Jepang untuk memiliki sedikit anak. Jumlah bayi yang lahir semakin sedikit, menimbulkan permasalahan baru bagi negara.
Bagi ibu Jepang, menjadi ibu rumah tangga dan memiliki anak adalah sebuah pilihan besar. Berlaku juga bagi seluruh wanita di dunia. Ingin menjadi ibu rumah tangga, berkarir total, atau menjalankan keduanya; kembali pada pilihan masing-masing. Tentu saja setiap pilihan memiliki tanggung jawab, kelelahan, dan kebahagiaan yang berbeda.Belajar dari kisah para ibu Jepang; pilihlah dengan sadar setiap keputusan dalam hidup dan lakukanlah dengan penuh dedikasi. :)
———-
Blog: rninggalih.wordpress.com. IG: tyasmomiji. Email: renan_galih at yahoo.com. Foto pada laman ini adalah karya Tyas dan keluarga – beberapa foto penunjang terhubung langsung pada link masing-masing gambar. Foto ibu dengan sepeda oleh Andia Hastriani.



Sumber:http://mamarantau.com/2015/06/11/karakteribujepang/comment-page-1/#comment-587

Selasa, 10 November 2015

Best Friend Ever

Bismillah..

Ah, kangen banget sama sahabat yang satu ini. Menu makanan favprit di warteg sama, selera baju sama, pandangan alay non alay sama, nilai skripsi sama, daaan sama sama yang lainnya.

Iyap, Nube namanya.

Hih, gegara liat foto di kontak yang dikirim ke adek jadi bikin flashback ke jaman maen bareng di kampus.

Nube itu seorang sahabat yang ga pernah nyakitin hati, terbuka, ngritik dengan cara yang baik, ga pelit, dan seru meskipun pasif banget.
Salah satu kado spesial si nikahan eike itu dari Nune. Dia cuman ngasi longdress aja, yang spesial adalah itu longdress pertama hasil jaitan tangan dia sendiri. !aa Syaa Allah, terharu dah baca suratnya meskipun dia gabisa dateng.

Apapun, gw sayang lu, Be. Sampe kapanpun lo tetep sahabat gue yang paling gw sayang.
Thank you for everything, Be..
Semoga persahabatan kita sampe syurga kelak, aamiin..





https://www.google.co.id/search?q=best+friend+ever&client=tablet-android-lenovo&prmd=inv&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0CAcQ_AUoAWoVChMIwaHAsruHyQIVAguOCh1tDw4V&biw=600&bih=1024#imgrc=gYi6cRl65hbFlM%3A

Senin, 09 November 2015

Ternyata Aku Bahagia

Bismillah..

Ah, cinta dalam sebuah pernikahan..

Selama ini berpikir nikah tu ga bawa bahagia..

Tapi sekarang aku lagi nikmatin manisnya cinta..

As a wife..

Egoisme itu emang harus dilawan, karna kalo menang manisnya tu super legit..

I love you, cinta..

Belajar mencintaimu selalu..

Belajar untuk selalu mendukungmu meski paiiittt..

Tapi ternyata aku bahagia..^^